Penulis mengenal brand maicih (produk kripik singkong) pada saat berada di dalam pesawat Lion Air dalam penerbangan dari Balikpapan ke Surabaya. Fantastis... itulah kesan pertama saat membaca ulasan wirausaha kripik singkong di kota Bandung dalam majalah Lion Air. Yang membuat penulis tercengang adalah ide kreatif dalam pencitraan rasa pedas yang menggunakan tingkatan atau level (tingkatan rasa pedas dari level 1, level 3, dan level 10). Yang lebih gila lagi adalah teknik pemasarannya yang unik sehingga mampu mendongkrak nilai penjualan yang fantastis...
Berikut adalah sebuah ulasan tentang teknik pemasaran dari sebuah produk Kripik Singkong Maicih yang kiranya bisa kita jadikan sumber inspirasi.
Selama ini pemasaran produk keripik biasanya dititipkan di toko atau dijual secara eceran dengan gerobak dorong. Tapi di tangan Reza Nurhilman, keripik pedas bisa jauh menjangkau kalangan menengah dan lebih atas lagi.
Keripik pedas bermerek Ma Icih tidak didistribukan ke toko-toko. Reza menjualnya secara eksklusif dengan meminta konsumen datang ke spot penjualan yang sudah ia tentukan tiap harinya mengenai tempat dan jamnya.
Setiap pagi, Reza dan timnya memberikan informasi lokasi penjualan keripik pedas Ma Icih melalui jejaring sosial Twitter atau Facebook. Misalnya, pada hari tertentu, ia mentweet status bahwa penjualan Ma Icih dilakukan di depan gedung sate, berarti pembeli harus datang ke gedung sate. Keesokan harinya, spot penjualan akan dilakukan di tempat yang berbeda. Hal ini membuat para konsumennya merasa tertantang untuk mendapatkan camilan favoritnya.
Biasanya mereka berjualan dengan menggunakan mobil atau bekerja sama dengan kafe tertentu. Sistem pemasaran seperti ini membuat keripik Ma Icih menjadi eksklusif karena tidak dijual secara bebas. Disini penulis mengamati, Reza dan timnya sudah berhasil menghipnotis pecinta Ma Icih menjadi bagian komunitas eksklusif. Penggila Ma Icih akan bilang "kurang gengsi jika tidak makan Maicih".
Tidak heran jika tiap harinya, spot penjualan Ma Icih selalu dipenuhi oleh para icihers (sebutan untuk penyuka keripik Ma Icih). Mereka juga rela mendatangi spot penjualan maicih yang jauh dari tempat tinggalnya dan mengantre demi mendapatkan keripik tersebut. Gile bener...
"Sistem pemasaran seperti ini tidak akan saya ubah. Walaupun banyak keripik pedas lain, tapi Ma Icih sudah jadi trade mark Kota Bandung. Kalau saya simpan di toko-toko, jangka panjangnya, terlalu riskan. Kalau dengan begini, keripik Ma Icih jadi eksklusif dan bikin pembeli penasaran, " kata Reza, Presiden Manajemen Ma Icih, ketika ditemui Tribun, saatlaunching produk terbaru Ma Icih di Braga Kafe, Jalan Braga depan kantor bjb, Sabtu (12/3).
Saat launching tersebut, antrean pembeli mengular hingga keluar kafe. Para peminat Ma Icih sudah antre sejak pukul 17.00, padahal pemesanan baru dibuka pukul 18.00. Para pembeli dibatasi maksimal tiga bungkus untuk semua varian. Dalam kantung kresek yang dibawa para pembeli tersebut tertulis "I'm the lucky who got this thing", atau kalau penulis artikan "Aku beruntung punya kripik ini".
Reza dan timnya bisa menjual lebih dari 2.000 bungkus per hari. Dengan harga kisaran antara Rp 11.000-Rp 16.000 untuk segala varian, yakni keripik singkong pedas, baso goreng (basreng), dan kerupuk lada gurilem, Reza bisa mengantungi omset sekitar Rp 22 juta per hari. Manajemen juga sengaja membatasi jumlah maksimal pembelian keripik kepada pembeli karena keterbatasan kapasitas produksi.
"Biasanya dalam sejam langsung habis. Itu kenapa kami membatasi pembeli untuk membeli tiga bungkus. Soalnya kalau belinya bebas, nanti pembeli lain yang sudah jauh- jauh datang dan antre nggak kebagian dan kecewa," kata Reza.
Apa yang membuat keripik Ma Icih digemari, tentu karena rasa pedasnya itu. Sebagian menyebutknya keripik setan karena saking pedasnya. Keripik Ma Icih terdiri dari berbagai varian dan berbagai tingkat pedas. Untuk keripik singkong, ada tiga tingkat pedas, yakni level tiga, level lima, dan level sepuluh. Sedangkan untuk basreng, dan kerupuk gurilem, hanya ada satu level.
"Level paling rendah itu level tiga untuk keripik singkong, yang lainnya nggak ada tingkatan. Tapi level tiga juga udah pedes," kata Reza.
"Twitter dan Facebook sangat membantu pemasaran Ma Icih. Selain itu, komunikasi dengan pembeli juga bisa dua arah. Kami bisa menerima saran dan masukan secara langsung dari para pembeli, jadi lebih terbuka," ujar Reza.
Selain sistem pemasarannya yang unik dan peran serta situs jejaring sosial, Reza mengatakan Keripik Ma Icih juga bisa sukses karena bantuan promosi dari mulut ke mulut para pembelinya.
Ditanya soal pabrik pembuatan keripik pedas Ma Icih, Reza mengatakan bahwa pembuatannya tidak dilakukan di pabrik besar, namun disebar di berbagai home industry.
"Pabriknya ada di daerah Ciwaruga. Pembuatan Ma Icih ini dilakukan secara home industry. Jadi bisa membantu para pengusaha home industry juga," katanya.
Untuk memasarkan keripik Ma Icih, ia dibantu oleh rekan rekannya. Sampai saat ini, ia sudah memiliki lebih dari 20 jenderal (sebutan untuk pegawai Ma Icih) yang tersebar di berbagai kawasan di Bandung. Selain itu, ia juga menjual produknya di Jakarta, Yogyakarta, Bekasi, di daerah sekitar Jawa Barat, dan beberapa kota lain di Indonesia. Penulis sendiri pertama kali menjumpai dan dapat merasakan kripik Ma Icih saat berada di kota Malang. Jika Anda sering sakit radang tenggorokan jangan coba-coba merasakan Maicih, tenggorokan Anda dijamin terbakar, mak nyoos.
"Biasanya yang jadi jenderal itu temen-temen. Ada yang kerja di suatu kota, ya sekalian memasarkan Ma Icih. Yang membantu memasarkan sudah lebih dari 20 orang di Bandung, di luar Bandung dan luar pulau juga ada. Bisa dikatakan, merekalah orang- orang yang berjasa membesarkan Ma Icih sampai seperti ini," kata Reza.
Ia menuturkan kesuksesan Ma Icih bermula dari pertemuannya dengan seorang nenek tua tiga tahun silam. Nenek tua ini mengetahui bagaimana resep pembuatan keripik pedas. Dari situlah, otak bisnis Reza muncul. Ia kemudian mengambil alih manajerial Ma Icih dan mulai menjalankan bisnisnya dengan strategi pemasaran tersebut. Namun Reza belum mau memunculkan sosok nenek tersebut ke publik.
"Saya sengaja merahasiakan sosok pembuat keripik Ma Icih karena suatu saat saya ingin membuat seminar, history of Ma Icih, yang menghadirkan nenek itu. Biar semua orang penasaran," ujarnya.
Dari hasil penjualan Ma Icih, lelaki berusia 23 tahun ini bisa membiayai kuliahnya sendiri. Saat ini ia tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen di Univeristas Kristen Maranatha Bandung.
"Sebelum berbisnis di Ma Icih, saya sempat berbisnis macam-macam selama empat tahun. Saya sudah tidak punya ayah, makanya saya nggak mau ngebebani keluarga. Alhamdulillah, saya bertemu dengan Ma Icih. Dan sekarang bisa ngebiayain kuliah sendiri," ujar Reza.
Selain membuat seminar, ia juga ingin membuat kafe khusus Ma Icih agar para penggemar keripik tersebut tak perlu susah-susah mengantre. "Untuk jangka pendek, saya ingin buat kaus Ma Icih. Semacam merchandise Ma Icih. Saya juga berharap keripik Ma Icih ini bisa menjadi produk nasional, tapi tetap dijual secara eksklusif," kata Reza.
Semoga sekilas ulasan tentang pengelolaan dan teknik pemasaran dari sang kreator Reza pemilik produk kripik singkong pedas Maicih, dapat menjadi inspirasi untuk Anda dalam mengembangkan bisnis.
ARTIKEL TERKAIT:
0 komentar:
Post a Comment
Tulis komentar sobat