13 March 2014

Kisah Sukses Sadarsah dengan Bisnis Kopi Gayo


 photo sudarsah_zpsbbdf2702.jpg
Sadarsah, pria kelahiran Medan 19 November 1974 ini melalui CV Arvis Sanada, perusahaan yang ia dirikan pada tahun 2006, mengekspor kopi gayo ke Amerika Serikat, Inggris, Kuwait, Taiwan, Korea, Australia, Jepang, dan Laos. Setiap bulan ia mengirim 15 kontainer ke negara-negara tersebut.

Dua varietas kopi arabika gayo, yakni Gayo 1 dan Gayo 2 adalah varietas unggul berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 3998/Kpts/SR.120/12/2010, Tanggal 29 Desember 2010. Gayo 1 merupakan varietas Arabusta Timtim, dan gayo 2 adalah verietas Borbor. Kelebihan kedua varietas ini adalah tahan terhadap karat daun, nematode dan penggerek buah kopi. Selain itu kedua varietas ini memiliki citarasa dan aroma excellent, sehingga menjadikan jenis kopi ini menjadi favorit di pasar dunia.

Sadarsah mulai mengenal bisnis kopi ketika lulus kuliah pada tahun 2001. Saat itu dia masih menjadi tenaga pemasar di lima perusahaan eksportir kopi di Medan, Sumatra Utara. Setelah hampir lima tahun bekerja, alumnus Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU) ini mulai memilih jalan untuk berwirausaha sendiri.

Pada 2006, dengan modal pinjaman dari seorang teman, Sadarsah mendirikan CV Arvis Sanada di Medan. Dia perlu membuat badan usaha karena melihat peluang besar dalam bisnis ekspor kopi. Apalagi ketika itu dunia sedang mengalami krisis kopi.

Ekspor perdana yang cuma satu kontainer itu ternyata menjadi pembuka pintu gerbang bagi Sadarsah untuk memasuki perdagangan kopi dunia. Dengan mengusung slogan “Quality, Trust, and Excellence,” pertumbuhan bisnis Sadarsah melesat pesat. Jika pada 2006, omzetnya hanya Rp 600 juta per bulan dengan kemampuan ekspor kopi hanya satu kontainer. Tahun berikutnya omzet sudah melonjak drastis hingga Rp 1,5 miliar per bulan.

Sadar dengan peluang besar itu, Sadarsah pun berupaya untuk mendapatkan sertifikat kopi organik dari lembaga sertifikasi Control Union di Belanda. Sertifikat tersebut seperti Fair Trade, organic coffee, dan rain forest . Sertifikat –sertifikat ini akan menambah nilai harga kopi arabika gayo di pasar dunia. Dengan modal tambahan berupa sertifikat itu, ekspor kopi Sadarsah pun makin lancar.

Mengangkat Nasib Petani Kopi

Kesuksesan Sadarsah membangun bisnis kopi melalui CV Arvis Sanada tak lepas dari keberhasilannya membangun kemitraan dengan petani kopi. Berkat keluwesan bergaul, saat ini Sadarsah telah menjalin kemitraan dengan 7.000 petani kopi yang tersebar di Aceh Tenggara, dan Lintong, Sumatra Utara, dari para petani kopi itulah Sadarsah mendapatkan pasokan kopi dan sukses mengekspornya ke berbagai negara. Kepiawaian dia bergaul tak lepas dari masa lalunya yang besar dari keluarga petani kopi.

Untuk mendapatkan kepercayaan petani, Sadarsah mengajak para petani kopi untuk mendirikan koperasi. Tahun 2006 berdirilah koperasi petani kopi bernama KSU Arinagata dengan jumlah anggota 335 petani. KSU Arinagata itu mengelola lahan kopi seluas 2.700 hektare (ha) yang tersebar di Aceh Tenggara dan Bener Meriah (Takengon). Anggota koperasi itulah yang rutin memasok kopi gayo kepada Sadarsah.

Jalinan kerjasama antara Sadarsah dengan petani itulah yang membuat Sadarsah bisa mendapatkan pasokan kopi 5.400 ton per tahun. Kopi itu ia beli Rp 65.000 per kg dan dijual dengan harga Rp 70.000 per kg sampai dengan harga Rp 75.000 per kg.

Sengketa Merek

Keberhasilan Sadarsah bersama CV Arvis Sanada mengekspor kopi gayo ke berbagai negara memang tak semudah membalik telapak tangan. Berbagai rintangan harus ia lewati agar bisa menjajakan kopi tanah Andalas ke mancanegara. Salah satu problem yang pernah dihadapi Sadarsah adalah keberatan atas merek gayo yang dilayangkan perusahaan kopi asal Belanda, Holland Coffee, pada 2008 silam. Perusahaan itu mengklaim, Sadarsah telah menjiplak merek kopi produksi mereka.

Holland Coffee secara terang-terangan melarang Sadarsah menggunakan kata gayo pada merek kopinya, Arabica Sumatera Gayo. Apalagi kopi milik Sadarsah itu juga beredar luas di Negeri Belanda. Perusahaan itu menyatakan, merek gayo pada kopi mereka itu sudah terdaftar dalam undang-undang merek di Belanda. Karena itu, penggunaan kata gayo oleh Sadarsah dinilai melanggar aturan merek di Belanda.

Namun Sadarsah sebagai warga negara Indonesia mengatakan bahwa dirinya lebih berhak menggunakan kata gayo ketimbang orang Belanda yang menggunakan kata itu. Apalagi kata gayo adalah nama daerah di Indonesia bukan nama daerah di Belanda..

Untuk mempertahankan merek gayo itu Sadarsah mengajukan sertifikat asal-usul kopi. Baru Mei 2010 dia berhasil mengantongi sertifikat IG (indikasi geogafis) dari International Fair Trade Organization (IFTO). Sertifikat itu menyatakan Sadarsah berhak memakai kata gayo pada produk kopi miliknya yang berasal dari Gayo. Berkat sertifikat IG itulah Sadarsah menjadi percaya diri memperkenalkan kopi gayo keseluruh dunia. Oktober 2010 ia membawa kopi gayo dalam acara Lelang Spesial Kopi Indonesia di Bali. “Kopi Sumatera Arabika Gayo mendapat nilai tertinggi saat cupping score ,” katanya.

Ternyata ada hikmah dibalik sengketa merek “Gayo” antara Holland Coffee dan Sadarsah. Dengan kejadian itu memantapkan posisi kopi gayo sebagai kopi organik terbaik dunia. “Dulu banyak yang tak kenal kopi gayo, setelah sengketa merek itu, kopi gayo malah jadi terkenal,” kata pak Sadarsah.


ARTIKEL TERKAIT:

0 komentar:

Post a Comment

Tulis komentar sobat

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2013 Wirausaha Impian | Design by BLog BamZ