Showing posts with label Entrepreneur Sukses. Show all posts
Showing posts with label Entrepreneur Sukses. Show all posts

13 November 2014

Kisah Sukses Mas Kelik dengan Usaha Geplak dan Peyek

 photo kelik_zpsbbd4d5c9.jpg
Nama lengkapnya adalah Arifdiarto Ambar Wirawan (35) atau lebih akrab dipanggil Kelik berhasil menjadi pengusaha sukses. Usaha yang digelutinya adalah memproduksi makanan khas desa yakni geplak dan peyek tumpuk . Usaha ini sudah Ia geluti bersama istrinya selama sekitar 10 tahun, dan omzet yang diraihnya mencapai Rp 60 juta per bulan. Wow…

Dengan keuntungan 30%, Kelik bisa menyisakan keuntungan sekitar Rp 18 juta per bulan. Nilai keuntungan yang tergolong luar biasa bagi pengusaha lulusan SMA di Kabupaten Bantul Yogyakarta ini. Kebutuhan bahan-bahan pembuatan peyek dan geplak sehari sekitar 2,5 kuintal gula pasir untuk membuat geplak. Untuk peyek tumpuk, ia butuh sekitar 50 kilogram kacang dan 25 kilogram tepung beras per hari. Tenaga kerja yang membantunya dalam memproduksi peyek dan geplak sebanyak 20 orang.

Kelik membuka usaha geplak dan peyek tumpuk di tokonya di Jalan Wahid Hasyim Bantul. Sedangkan untuk tempat produksi berada di rumah tempat tinggalnya yang berada dibelakang tokonya. Dulu, toko itu hanya berupa bangunan bambu, tetapi kini sudah berkembang menjadi bangunan permanen dengan desain lebih menarik.

Apa keunggulannya geplak buatan Kelik. Menurut dia, ia hanya menggunakan gula asli tanpa pemanis sehingga rasa manisnya lebih mantap. Tak heran jika geplak yang dijual seharga Rp 16.000 per kilogram itu laris manis. Bentuk geplaknya hampir sama dengan produk milik orang lain, tetapi dari segi rasa memiliki cita rasa yang beda.

Produknya selain geplak adalah peyek tumpuk. Yang istimewa dari peyek tumpuk adalah peyek ini dibuat dengan cara menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek. Berbeda dengan peyek pipih yang dimasak dengan satu kali penggorengan, peyek tumpuk digoreng selama tiga kali. Penggorengan pertama dimaksudkan untuk membuat susunan peyek. Setelah terbentuk susunan, peyek dipindahkan ke penggorengan kedua. Pada penggorengan pertama, nyala api harus kuat agar efek panasnya tinggi. Tujuannya supaya kacangnya bisa lekas matang. Di penggorengan kedua, nyala api dibuat lebih kecil dengan tujuannya supaya peyek secara keseluruhan bisa matang.

Ide pembuatan peyek tumpuk sebenarnya berasal dari mertuanya yang kebetulan bernama Mbok Tumpuk. Sebagai menantu, Kelik berhasil meningkatkan usaha mertuanya dengan tetap mempertahankan nama Mbok Tumpuk sebagai identitas produknya.

Kelik hanya menjual geplak dan peyek tumpuknya di toko sendiri. Ia sengaja tidak menitipkannya ke toko-toko lain meski banyak permintaan. Ia khawatir bila dititipkan, harga dan kualitas tidak bisa terkontrol. Ia berharap bisa membuka gerai sendiri di kota-kota besar. Dengan pengendalian sendiri, ia yakin usahanya bisa maju karena semuanya lebih terkontrol.

Sampai sekarang, Kelik bersama istri masih terlibat langsung dalam proses peracikan bumbu untuk produksi geplak dan peyeknya.

10 October 2014

7 Entrepreneur Muda yang Kaya Raya



Masa muda bukan halangan untuk meraih kesuksesan dalam wirausaha. Bagaimanakah dengan Anda sendiri, apakah yang sudah Anda lakukan? Bagaimana seandainya di masa muda Anda telah seperti anak-anak muda di bawah ini, yang sudah menjadi milyarder dalam usia yang masih terbilang sangat muda. Semua terjadi karena bisnis mereka yang sangat sukses.

 photo milyarder_zps3f6e30c1.jpg


1. Sean Belnick

Menjadi milyarder di usia: 14 tahun
Bisnis: BizChair.com

Sean Belnick mendirikan BizChair.com di usianya yang masih 14 tahun. Dengan situsnya tersebut, ia menjual berbagai perabot furnitur kantor, restauran, rumah sakit, sekolah, dll .

Pada sebuah artikel di BizJournals, disebutkan bahwa investasinya yang dahulu hanya sebesar $500, membengkak menjadi keuntungan sebesar $24,000,000 di tahun 2006, dan dalam 1 tahun berikutnya bertambah sebesar $16,000,000 sehingga kekayaannya menjadi $40,000,000 di tahun 2007 lalu.

2. Ashley Qualls

Menjadi milyarder di usia: 17 tahun
Bisnis: WhateverLife.com

Ashley Qualls adalah seorang gadis pengusaha Amerika dari Lincoln Park, Michigan. Awalnya sebagai hobi, pada tahun 2004 pada usia 14, ia mulai membuat sebuah situs dengan nama whateverlife.com, dirancang untuk memberikan layout Myspace dan tutorial HTML gratis untuk orang-orang seusianya. Penghasilan sepenuhnya dari pendapatan iklan. Ia membuat kantor di ruang bawah rumahnya. Selain mempekerjakan ibunya, ia mempekerjakan teman-teman dari sekolah.

Qualls telah menolak sejumlah tawaran untuk mengakuisisi perusahaannya termasuk tawaran untuk 1,5 juta dolar. Busyet, perusahaannya saja ditawar $1,5 juta, kira-kira berapa ya penghasilnnya tiap bulan???

3. Cameron Johnson

Menjadi milyarder di usia: 19 tahun Bisnis: My EZ Mail, SurfingPrizes.com, CertificateSwap.com, etc

Cameron mulai dikenal publik sebagai salah satu kontestan di acara The Big Give milik Oprah Winfrey. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan berbisnis yang luar biasa. Di usia 12 tahun ia bahkan sudah mulai berbisnis dengan menjual boneka di e-bay.

Sebelum lulus SMA, seluruh kekayaan Cameron sudah mencapai lebih dari $1,000,000. Di sebuah wawancara oleh majalah Forbes, Cameron mengatakan "Di usia 15 tahun saya menerima cek antara $300,000 dan $400,000 per bulan”

4&5 Catherine & Dave Cook

Menjadi milyarder di usia: 17 tahun & 18 tahun
Bisnis: myYearBook.com

Catherine dan saudaranya Dave mendirikan myYearBook.com di tahun 2005 saat mereka berusia 15 & 16 tahun.

Mereka beruntung dalam memulai bisnis, karena menurut NY Daily News mereka mendapat “kucuran dana” sebesar $250,000 dari kakak mereka yang lulusan Harvard dan sudah menjadi milyarder terlebih dahulu. Tapi tetap saja, mereka berhasil karena usahanya bukan karena mendompleng nama.

5. Farrah Gray

Menjadi milyarder di usia: 14 tahun
Bisnis: Kidztel

Di usia 6 tahun, ia menghasilkan sembilan dolar pertamanya dari menjual lotion. Di usia 8 tahun, ia mendirikan sebuah klub bisnis. Di usianya yang ke-14, Gray secara resmi berhasil menjadi seorang milyarder muda dari penjualan produk bisnisnya yang menembus $1.5 juta dolar dari perusahaan Farr-Out Food miliknya. Di usia 16 tahun, Farrah Gray telah menjadi Reallionaire-seorang pengusaha paripurna yang kaya luar-dalam. Kerajaan bisnisnya bertambah lagi ketika ia mengakuisisi majalah Innercity di usia 19 tahun.

7. Michael Furdyk

Menjadi milyarder di usia: 17 tahun
Bisnis: MyDesktop.com

Di tahun 1999, Michael Furdyk menjual bisnisnya yaitu MyDesktop.com seharga jutaan dolar (tidak diberitahukan jumlah spesifiknya berapa) kepada Internet.com. Oleh karena itu lah ia menjadi milyarder di usianya yang baru 17 tahun. Menurut sebuah artikel, Furdyk kemudian membeli mobil dan boat untuk bisa membuat dirinya relax di berbagai tempat di California.

Setelah berhasil dengan bisnisnya, Furdyk memutuskan untuk mendirikan TakingITGlobal sebagai sebuah organisasi non profit yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan berbagai permasalahan global untuk kaum muda.

Semoga ke tujuh orang tersebut dapat memberikan motivasi dan inspirasi bagi kita semua dalam mencapai kesuksesan...

21 August 2014

Kisah Sukses Soichiro Honda | Pendiri Honda Motor Company

Soichiro

Soichiro Honda (本田宗一郎 Honda Sō'ichirō) lahir 17 November 1906 di Hamamatsu, Shizuoka, Jepang, dan meninggal pada 5 Agustus 1991. Soichiro Honda merupakan anak pertama dari seorang pandai besi bernama Gihei Honda. Ia tidak mengenyam pendidikan formal memadai dan bukanlah anak yang pandai di sekolahnya. Namun memiliki semangat dan cita-cita yang sangat tinggi sehingga Ia dapat mendirikan perusahaan raksasa otomotif Honda Motor Company.

Ketertarikannya pada dunia otomotif diawali pada usia yang sangat muda. Pada tahun 1922 dia bekerja pada bengkel Art Shokai. Enam tahun kemudian dia dipercaya membuka bengkel cabang Art Shokai di Hamamatsu. bengkel itulah yang membuka jalan selanjutnya. Gagasan-gagasan brilian dari Honda diantaranya adalah ide membuat velg dengan jari-jari logam menggantikan jari-jari kayu yang ada saat itu. Obsesinya membuat ring piston yang saat itu masih sulit untuk didapat. Ring piston itulah yang membuat dirinya kembali ke sekolah pada usia 28 tahun setelah bergulat dengan berbagai macam percobaan, ring piston yang dibuatnya tidak sesuai harapannya. Setelah hampir 3 tahun dan merancang ulang, akhirnya memenangkan kontrak dari Toyota. Kemudian Soichiro Honda membangun pabrik untuk memenuhi permintaan Toyota. Tetapi pabriknya di bom dua kali semasa perang sehingga menjadi berantakan. Ia tetap gigih untuk mewujudkan impiannya untuk mendirikan pabrik, tetapi sekali lagi pabriknya dihancurkan oleh gempa bumi yang dahsyat.

Ide berikutnya adalah memasang mesin pada sepeda yang merupakan cikal bakal sepeda motor di kemudian hari. Awalnya ia memanfaatkan mesin-mesin bekas perang. Sewaktu buatannya dijual, respon masyarakat luar biasa. Dagangannya cepat laku hingga mendorongnya untuk membuat sepeda motor. Sukses di Jepang, Honda mulai mengekspor ke Eropa dan Amerika. Meski sepeda motornya sukses, Honda ternyata terbentur masalah finansial bahkan terancam bangkrut. Ia memang seorang penemu dan mekanik yang hebat namun tidak pandai mengelola keuangan. Inilah yang kemudian mempertemukan dengan Takeo Fujisawa.

Pada 1970-an terjadi kelangkaan bahan bakar, maka di Amerika berpindah dari kendaraan besar ke kendaraan yang lebih kecil. Honda dengan cepat menangkap tren ini. Sekarang, Honda Corporation mempunyai karyawan lebih dari 100.000 orang di Amerika dan Jepang, membawahi 43 perusahaan di 28 negara, yang merupakan salah satu perusahaan kendaraan terbesar di dunia dan menjadi perusahaan peringkat 26 yang paling mengagumkan dunia pada tahun 2003. Pada 2008, merupakan 6 perusahaan produsen mobil terbesar di dunia, yang mampu memproduksi lebih dari 14 juta mesin per tahun.

13 March 2014

Kisah Sukses Sadarsah dengan Bisnis Kopi Gayo

 photo sudarsah_zpsbbdf2702.jpg
Sadarsah, pria kelahiran Medan 19 November 1974 ini melalui CV Arvis Sanada, perusahaan yang ia dirikan pada tahun 2006, mengekspor kopi gayo ke Amerika Serikat, Inggris, Kuwait, Taiwan, Korea, Australia, Jepang, dan Laos. Setiap bulan ia mengirim 15 kontainer ke negara-negara tersebut.

Dua varietas kopi arabika gayo, yakni Gayo 1 dan Gayo 2 adalah varietas unggul berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 3998/Kpts/SR.120/12/2010, Tanggal 29 Desember 2010. Gayo 1 merupakan varietas Arabusta Timtim, dan gayo 2 adalah verietas Borbor. Kelebihan kedua varietas ini adalah tahan terhadap karat daun, nematode dan penggerek buah kopi. Selain itu kedua varietas ini memiliki citarasa dan aroma excellent, sehingga menjadikan jenis kopi ini menjadi favorit di pasar dunia.

Sadarsah mulai mengenal bisnis kopi ketika lulus kuliah pada tahun 2001. Saat itu dia masih menjadi tenaga pemasar di lima perusahaan eksportir kopi di Medan, Sumatra Utara. Setelah hampir lima tahun bekerja, alumnus Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU) ini mulai memilih jalan untuk berwirausaha sendiri.

Pada 2006, dengan modal pinjaman dari seorang teman, Sadarsah mendirikan CV Arvis Sanada di Medan. Dia perlu membuat badan usaha karena melihat peluang besar dalam bisnis ekspor kopi. Apalagi ketika itu dunia sedang mengalami krisis kopi.

Ekspor perdana yang cuma satu kontainer itu ternyata menjadi pembuka pintu gerbang bagi Sadarsah untuk memasuki perdagangan kopi dunia. Dengan mengusung slogan “Quality, Trust, and Excellence,” pertumbuhan bisnis Sadarsah melesat pesat. Jika pada 2006, omzetnya hanya Rp 600 juta per bulan dengan kemampuan ekspor kopi hanya satu kontainer. Tahun berikutnya omzet sudah melonjak drastis hingga Rp 1,5 miliar per bulan.

Sadar dengan peluang besar itu, Sadarsah pun berupaya untuk mendapatkan sertifikat kopi organik dari lembaga sertifikasi Control Union di Belanda. Sertifikat tersebut seperti Fair Trade, organic coffee, dan rain forest . Sertifikat –sertifikat ini akan menambah nilai harga kopi arabika gayo di pasar dunia. Dengan modal tambahan berupa sertifikat itu, ekspor kopi Sadarsah pun makin lancar.

Mengangkat Nasib Petani Kopi

Kesuksesan Sadarsah membangun bisnis kopi melalui CV Arvis Sanada tak lepas dari keberhasilannya membangun kemitraan dengan petani kopi. Berkat keluwesan bergaul, saat ini Sadarsah telah menjalin kemitraan dengan 7.000 petani kopi yang tersebar di Aceh Tenggara, dan Lintong, Sumatra Utara, dari para petani kopi itulah Sadarsah mendapatkan pasokan kopi dan sukses mengekspornya ke berbagai negara. Kepiawaian dia bergaul tak lepas dari masa lalunya yang besar dari keluarga petani kopi.

Untuk mendapatkan kepercayaan petani, Sadarsah mengajak para petani kopi untuk mendirikan koperasi. Tahun 2006 berdirilah koperasi petani kopi bernama KSU Arinagata dengan jumlah anggota 335 petani. KSU Arinagata itu mengelola lahan kopi seluas 2.700 hektare (ha) yang tersebar di Aceh Tenggara dan Bener Meriah (Takengon). Anggota koperasi itulah yang rutin memasok kopi gayo kepada Sadarsah.

Jalinan kerjasama antara Sadarsah dengan petani itulah yang membuat Sadarsah bisa mendapatkan pasokan kopi 5.400 ton per tahun. Kopi itu ia beli Rp 65.000 per kg dan dijual dengan harga Rp 70.000 per kg sampai dengan harga Rp 75.000 per kg.

Sengketa Merek

Keberhasilan Sadarsah bersama CV Arvis Sanada mengekspor kopi gayo ke berbagai negara memang tak semudah membalik telapak tangan. Berbagai rintangan harus ia lewati agar bisa menjajakan kopi tanah Andalas ke mancanegara. Salah satu problem yang pernah dihadapi Sadarsah adalah keberatan atas merek gayo yang dilayangkan perusahaan kopi asal Belanda, Holland Coffee, pada 2008 silam. Perusahaan itu mengklaim, Sadarsah telah menjiplak merek kopi produksi mereka.

Holland Coffee secara terang-terangan melarang Sadarsah menggunakan kata gayo pada merek kopinya, Arabica Sumatera Gayo. Apalagi kopi milik Sadarsah itu juga beredar luas di Negeri Belanda. Perusahaan itu menyatakan, merek gayo pada kopi mereka itu sudah terdaftar dalam undang-undang merek di Belanda. Karena itu, penggunaan kata gayo oleh Sadarsah dinilai melanggar aturan merek di Belanda.

Namun Sadarsah sebagai warga negara Indonesia mengatakan bahwa dirinya lebih berhak menggunakan kata gayo ketimbang orang Belanda yang menggunakan kata itu. Apalagi kata gayo adalah nama daerah di Indonesia bukan nama daerah di Belanda..

Untuk mempertahankan merek gayo itu Sadarsah mengajukan sertifikat asal-usul kopi. Baru Mei 2010 dia berhasil mengantongi sertifikat IG (indikasi geogafis) dari International Fair Trade Organization (IFTO). Sertifikat itu menyatakan Sadarsah berhak memakai kata gayo pada produk kopi miliknya yang berasal dari Gayo. Berkat sertifikat IG itulah Sadarsah menjadi percaya diri memperkenalkan kopi gayo keseluruh dunia. Oktober 2010 ia membawa kopi gayo dalam acara Lelang Spesial Kopi Indonesia di Bali. “Kopi Sumatera Arabika Gayo mendapat nilai tertinggi saat cupping score ,” katanya.

Ternyata ada hikmah dibalik sengketa merek “Gayo” antara Holland Coffee dan Sadarsah. Dengan kejadian itu memantapkan posisi kopi gayo sebagai kopi organik terbaik dunia. “Dulu banyak yang tak kenal kopi gayo, setelah sengketa merek itu, kopi gayo malah jadi terkenal,” kata pak Sadarsah.

12 March 2014

Kisah Sukses Ibu Dewi dengan Bisnis Sabun Herbal

 photo we-ef_sabun_zps28f926ab.jpg
Wiyana Dewi (54 tahun), adalah seorang single parent yang memiliki dua orang anak. Ia adalah pemilik usaha sabun herbal yang kini beromzet mencapai Rp. 100.000.000 per bulan. Dewi membuat inovasi dengan membuat sabun yang berbahan herbal seperti papaya, sereh, dll. Bahkan Ia telah mematenkan tiga produk utama yaitu pasta gigi freshmint, sabun we-ef, dan produk sampo. Hingga kini, produknya telah tersebar ke seluruh penjuru indonesia, bahkan luar negeri.

Perjalanan Dewi menjadi pengusaha sabun herbal berawal pada tahun 1999 saat Ia terkena PHK dari perusahaan tempat Ia bekerja. Perusahaan di bidang kosmetik yang telah mempekerjakannya selama sembilan tahun bangkrut lantaran terjadi krisis ekonomi global.

Di tengah kegalauannya menghadapi cobaan hidup tersebut, Dewi memutuskan memulai usaha pembuatan sabun. Perempuan yang sekarang menginjak usia 54 tahun itu mengaku sudah “jatuh cinta” dengan dunia kosmetik dan kecantikan sejak remaja. Awalnya Ia hanya membeli bahan baku yang sudah jadi, untuk kemudian dijual lagi kepada konsumen. Usahanya menunjukkan perkembangan ketika Dewi berkenalan dengan supplier peralatan mandi untuk hotel. Dalam waktu bersamaan, dia pun sempat mendapat pesanan sampo khusus untuk mencuci motor. Ketika mendapat pesanan tersebut, Ia mengaku begitu semangat mengerjakannya.

Dewi mengembangkan tempat usahanya di rumah pribadinya di wilayah Bekasi, Jawa Barat. Di sana bisnis kecil ini berkembang menjadi bisnis menjanjikan. Pasanan mulai berdatangan dan Dewi kini telah memiliki beberapa karyawan. Meski begitu ia masih ikut andil dalam pembuatan.

Namun pada tahun 2003, di saat usahanya mulai berkembang, ada masalah dalam rumah tangganya . Pernikahan yang telah terbina bertahun-tahun dengan suami tercinta dan menghasilkan dua buah hati kandas. “Saya kembali ke titik nol karena perceraian tersebut,” tutur perempuan yang memutuskan tetap sendiri hingga sekarang.

Selepas perceraiannya, Dewi tetap kembali menggeluti usaha pembuatan sabun. Ia mendapat modal pinjaman dari bank yang Ia manfaatkan untuk membuat pabrik kecil-kecilan dan membeli mesin produksi. Dari pengembangan itu, usahanya kini tak hanya memenuhi pesanan peralatan mandi hotel, melainkan juga melayani pemesanan dalam bentuk sabun jadi yang diminta para supplier.

Saat ini beberapa inovasi produk yang dikembangkan adalah dengan membuat sabun-sabun transparan yang memiliki cita rasa seni. Dalam sabun transparan tersebut bisa dibuat gradasi atau dimasukkan foto-foto. Juga aneka bentuk hiasan lain seperti bentuk cocktail.

Hingga sekarang produk usaha Dewi telah menyebar ke mana-mana, bahkan hingga mancanegara. Anehnya, Dewi menyebut Ia tidak pernah menggunakan jasa sales untuk menjual produknya.

Bisnis Dewi ini mampu mempekerjakan 27 karyawan yang rata- rata dari kalangan anak kurang mampu dari lingkungan sekitar. Meski kesuksesan telah diraih, Dewi tetap hidup sederhana. Ia ingin kehidupannya bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya.

“Satu hal yang perlu ditekankan dari kisah Wiyana Dewi adalah jangan menyerah dengan masalah. Justru masalah itu harus kita hadapi. Dari sana, kita akan menjadi manusia yang lebih kuat,”

15 February 2014

Kisah Sukses Pendiri Primagama

 photo Purdi_e_zpsee90814f.jpg

Purdi E. Chandra lahir di Lampung, 9 September 1959. Adalah salah seorang pengusaha Indonesia, pendiri Lembaga Bimbingan Belajar Primagama yang hanya berbekal ijazah SMA. Purdi yang penuh cita–cita dan idealisme ini nekad meninggalkan bangku kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris dan Farmasi di UGM dan IKIP Yogyakarta dan mulai serius untuk berbisnis. Ia merasa tidak mendapatkan apa-apa dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita.

Purdi E. Chandra juga merupakan pendiri dari Entrepreneur University. Purdi E Chandra sekarang membawahi 23 unit usaha di primagama meliputi bimbingan belajar 680 cabang di seluruh indonesia, pendidikan formal dan nonformal, percetakan, rumah makan, Tour & Travel, Tiketing dan lain-lain. Penghargaan yang pernah diterima Purdi antara lain : MURI, ISCA, ISMBEA, Entrepreneur of the year 2003, Best Franchise, Superbrand dan penghargaan sebagai pembicara di beberapa seminar wirausaha.

Walaupun kesibukannya sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY. Selain itu Purdi pernah juga tercatat sebagai anggota MPR RI Utusan Daerah DIY.

Untuk jadi seorang entrepreneur sejati, tidak perlu IP tinggi, ijazah sarjana, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” ungkap Purdi. Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.

Semua kesuksesan Purdi diawali dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak menulis dan menularkan ilmu tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” ungkap Purdi.

Menurut Purdi, mungkin ada kesalahan dalam sistem pendidikan di Indonesia, kebanyakan orang lulus sarjana baru cari kerja. Jadi pengusaha itu mungkin malah bagi orang-orang yang kepepet saja. Yang tidak diterima di mana-mana, baru dia sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran seperti ini bisa untuk orang-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau usaha harus ada modal, punya ketrampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya ijazah pun, tidak usah dipikirin. Saya dulu tak tergantung dengan selembar kertas itu. Sekarang mau dijaminkan di bank juga tidak bisa. Hanya buat senang-senang saja kalau sudah sarjana.

Cerdas di jalanan. Ada academic smart atau school smart. Tapi street smart itu cerdas dengan praktek. Jadi begini, kalau kita punya pengetahuan dengan benar, pengetahuan itu kan akademik. Kita tidak strong, gugur! Kita tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa benar. Waktu SD itu ada bacaan-bacaan begini; “Ibu pergi ke pasar membeli sayur.” Kok tidak yang menjual sayur saja?

Dari Cerita sukses Purdi E Chandra, semoga bisa kita petik sebuah pembelajaran bahwa, orang sukses memulai bisnis dari potensi yang ada di sekitar mereka, bahkan mereka cendrung memulai bisnis tanpa modal.

sumber : www.purdiechandra.com

31 December 2013

Kisah Sukses Kolonel Sanders | Pendiri KFC

kolonel_sanders photo kolonel_sanders_zpsd80b20a5.jpg

Nama lengkapnya Harland David Sanders lahir 9 September 1890 di Henryville, Indiana, Amerika Serikat. Ia lebih akrab dipanggil Kolonel Sanders, Ia merupakan seorang pebisnis yang ikut mendirikan KFC.

Pada umur 7 tahun Ia sudah pandai memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan pekerjaan pertamanya dengan gaji 2 dolar sebulan. Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali menikah, sehingga ia meninggalkan rumah tempat tinggalnya untuk mendapatkan pekerjaan di pertanian di daerah Greenwood, Indiana. Selepas itu, ia berganti-ganti pekerjaan selama beberapa tahun. Pernah menjadi tukang parkir di usia 15 tahun di New Albany, Indiana dan kemudian menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan ke Kuba. Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran, belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban, dan operator bengkel.

Di usia 40 tahun, Kolonel Sanders mulai memasak untuk orang yang bepergian yang singgah di bengkelnya di Corbin. Ia belum punya restoran pada saat itu. Ia menyajikan makanannya di ruang makan di bengkel tersebut.

Pensiunan angkatan darat Amerika ini tidak memiliki uang sepeser pun kecuali dari tunjangan hari tuanya, yang semakin menipis. Ia menjual semua propertinya untuk berkeliling dari kota ke kota dan dari restoran ke restoran untuk menawarkan resepnya. sebagai mantan koki, dia percaya bahwa resepnya akan diminati banyak restoran dan mau diajak bekerjasama untuk membuka usaha waralaba dengan menggunakan lisensinya. sayangnya lebih dari 1000 restoran menolak resep yang ditawarkannya, tapi dia tidak menyerah begitu saja dan terus berkeliling sampai tiba di restoran ke 1008 yang mau membelinya dan mengembangkan usaha waralaba yang diberi nama KFC.

Kesuksesannya baru dicapai pada saat usianya 65 tahun, di usia setua itu Ia mulai aktif dalam mewaralabakan bisnis ayamnya. saat ini, usahanya yang dikenal dengan Kentucky Fried Chicken atau KFC telah tumbuh menjadi salah satu usaha kuliner siap saji yang terbesar di dunia.

Sebelum menuai kesuksesannya, selama 9 tahun, Kolonel Sanders berusaha menyempurnakan metode memasak ayam dengan menggunakan sebelas bumbu dan rempah-rempah seperti yang kita kenal saat ini. dengan resep masakan itu, daging ayam menjadi sangat empuk, renyah dan gurih. dia juga menggunakan pressure cooker yang lebih cepat memasak ayam daripada penggorengan biasa dan meningkatkan cita rasanya, sehingga saat ini kita mengenal istilah restoran cepat saji atau fast food karena kecepatan memasak ayam dan kelezatan rasanya.

Sosok Kolonel Sanders, kini menjadi simbol dari semangat kewirausahaan. Citra Sander semakin baik. Gubernur Ruby Laffoon memberi penghargaan Kentucky Colonel pada tahun 1935 atas kontribusinya bagi negara bagian Cuisine. Dan pada tahun 1939, keberadaannya pertama kali terdaftar di Duncan Hines “Adventures in Good Eating.”

19 December 2013

Kisah Sukses Waroeng SS Yang Beromzet Milyaran

yoyok photo yoyok_waroeng_ss_zps84ce9c40.jpg

Sejarah berdirinya Waroeng Spesial Sambal (Waroeng SS) yang tidak lain bermula dari hoby & kegemaran Yoyok Hery Wahyono sang pemilik "Waroeng SS". Berkat perjuangan tak kenal lelah kini membuahkan hasil dengan berdirinya 58 outlet yang tersebar di 27 kota di Indonesia. Tidak mudah memang, namun berkat ketekunan dan keuletan bapak satu orang putra tersebut, kini Waroeng SS berkembang dari yang awalnya memiliki 3 orang karyawan, sampai kini punya 1.800 orang karyawan. Sebelas tahun perjalanan Waroeng SS (memulai tahun 2002) tidak serta merta berjalan tanpa hambatan, akan tetapi hambatan yang merintangi langkah mereka tersebut justru menjadi kekuatan dalam menghasilkan produk yang lebih baik.

Omzet Waroeng SS Yang Fantastis

Berkembangnya usaha kuliner ini mengharuskan Yoyok membagi manajemen Waroeng SS menjadi tiga, yaitu manajemen Yogyakarta, Solo, dan Jabodetabek. Menurut Hananto General Manager Waroeng SS pusat, membagi tiga manajemen dilakukan agar beban yang ditanggung tidak terlalu berat, tidak memungkinkan satu manajemen harus mengurusi 36 cabang yang tersebar dimana-mana. Untuk manajemen Yogyakarta, mereka memantau hingga 18 cabang.

Karyawan yang dimiliki Waroeng SS semakin bertambah hingga mencapai 330 orang. Omzet usaha ini pun mempunyai tren grafik yang meningkat. Berawal dari omzet Rp. 200 ribu perbulan, kini Waroeng SS telah beromzet Rp. 1,2 Milyar per bulan. Omzet 1,2 Milyar per bulan tersebut hanya di diperoleh dari 18 cabang diluar manajemen Solo dan Jabodetabek.

"Kunci kesuksesannya dalam mengembangkan usaha kuliner Waroeng SS adalah kekuatan rasa, rasa disini tidak hanya enak, tetapi mengesankan, memikat, dan mempesona,” jelas Yoyok yang kini menjabat direktur Waroeng SS. Menguatkan apa yang sudah dikatakan, Yoyok punya cerita dimana ada sebuah warung makan yang disitu pelayanannya tidak ramah sama sekali, lokasinya kurang bersih, susah dijangkau, namun kenyataannya tetap laris. “Larisnya warung tersebut tidak lain karena memiliki citarasa masakan yang ngangeni,” ujarnya.

Kenyataan itulah yang sampai saat ini diperjuangkan Yoyok untuk senantiasa menjaga kualitas rasa menu yang ada di Waroeng SS. Bahkan karena kekhawatiran berkurangnya kualitas menu masakan yang ada, Waroeng SS yang pernah menerapkan sistem franschise, kini hanya menerapkan kemitraan tertutup, meskipun masih membuka peluang pihak-pihak luar untuk bekerjasama. Dengan sistem tersebut, Waroeng SS bisa lebih mengontrol setiap produk dari tiap outlet, sehingga kualitas citarasa hingga pelayanan bisa termonitor dengan baik.

Penyertaan Modal

Dalam pengelolaan, manajemen Waroeng SS menerapkan pula sistem penyertaan modal. Di sini, investor hanya menitipkan modalnya dan hanya sebagai owner saja. Semua operasional cabang akan dikelola oleh manajemen. Investor nantinya akan memperoleh laporan keuangan dan kinerja manajemen. Pengelolaan manajemen dimulai dari penyiapan tempat, penyediaan sumberdaya, hingga penyediaan peralatan. Biasanya, sebesar 70% modal akan digunakan untuk sewa dan renovasi tempat. Sedangkan 30% modal akan digunakan untuk melakukan standardisasi dan pelatihan untuk karyawan. Selain untuk standardisasi juga digunakan untuk penyediaan peralatan. Besarnya modal yang dibutuhkan tergantung keberadaan tempat tersebut. Bila tempat berada di kota besar maka modal akan lebih besar dikeluarkan dibanding jika tempat berada di kota kecil.

Menu dan Quality control Waroeng SS

Waroeng SS menyediakan 23 jenis sambal, 18 jenis lauk, 9 jenis sayur, dan 24 jenis minuman. Sambal Waroeng SS diracik dengan rasa pedas diatas normal biasanya orang-orang membuat sambal. Ini akan sangat cocok bagi Anda pecinta masakan pedas. Harga masakan yang ditawarkan Waroeng SS sangat terjangkau. Anda bisa memilih menu masakan mulai dari harga Rp. 1.000 sampai Rp. 10 ribu. Kualitas masakan selalu diutamakan dan dijaga oleh manajemen Waroeng SS.

Quality control pun dilakukan di setiap cabang agar Waroeng SS tidak ditinggalkan pelanggannya. Quality control dilakukan pada saat pemilihan input produksinya. Untuk cabai sebagai bahan dasar sambal, dilakukan standardisasi dengan kriteria cabai bisa tahan hingga 2 hari, kulit buah tebal, lebih segar, dan tidak berbau. Manajemen Yogyakarta sendiri mengambil cabai dari daerah Muntilan, Wates, Bantul, dan Kulonprogo. “Sementara ini kami lebih banyak mengambil cabai dari Muntilan, karena sesuai dengan kriteria yang kami inginkan,” kata Anto. Setiap harinya manajemen Yogyakarta membutuhkan 15 Kg cabai merah rawit dan 20 Kg cabai merah keriting. Selain kedua cabai tersebut, juga dibutuhkan cabai hijau rawit dan cabai hijau keriting yang masing-masing kebutuhannya sampai 2 Kg per hari.

Membuka usaha, bukan terkait dengan terbatas atau tidaknya modal yang dimiliki, namun diperlukan keberanian dalam memulai usaha tersebut. Selain keberanian tadi, barang yang Anda jual pun harus mempunyai nilai lebih. Jika Anda ingin berkecimpung di kuliner, satu hal yang harus dicermati, selain rasa yang merupakan hal yang tidak boleh ditawar, yang harus diperhatikan juga adalah pelayanan. Pelayanan tidak harus glamor, pelayanan tidak harus mewah, tetapi punya ciri khas, punya keunikan, dan akhirnya nanti akan membentuk sebuah karakter. Kalau itu sudah terbentuk, akan memudahkan usaha Anda, demikian dikatakan pemilik usaha kuliner Waroeng SS.

Sumber Literatur : Majalah Agro Observer Edisi 24, bisnisUKM

23 November 2013

Kisah Sukses Rafi Mengubah Gulma Menjadi Produk Seni

 photo kerajinan_eceng_gondok_zpsbf69c228.jpg

Rafi Hartono, pemilik Geni Art memulai usaha kreatif sejak 2004 dengan modal awal Rp. 45.000. Melalui tangannya, Ia menyulap sebuah tanaman gulma enceng gondok menjadi produk kreatif yang bernilai komersil sehingga dapat mendatangkan uang. Modal awal ia gunakan untuk membeli perlengkapan gambar, seperti penggaris, cutter, dan pensil. Rafi tak menyangka kreasinya bakal mendatangkan pemasukan.

Dengan bahan dasar enceng gondok, Rafi mengubahnya menjadi beragam mainan. Mulai dari replika mobil-mobilan, kereta api, tutup lampu, kotak tisu, dan lain-lain. Harganya tidak tanggung-tanggung, dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Ide kreatifnya diawali dari ketidaksengajaan. Rafi mendapati enceng gondok yang menutup permukaan rawa. Kemudian, ia iseng mengolah tanaman itu menjadi mobil-mobilan dan dipajang di pinggir Jalan Raya Semarang – Yogyakarta. “Ternyata ada yang tertarik dan menawar kreasi itu,” katanya. Setelah hasil kreasinya laku, Rafi mulai agak serius menekuni usaha itu.

Jika dulu Rafi mencari sendiri enceng gondok, kini ia mengerahkan masyarakat setempat. Biasanya, ia membeli dengan harga Rp 3.500/kg enceng gondok kering atau Rp 1.500/kg untuk enceng gondok basah. Dengan kian berkembangnya usaha, dalam sebulan, ia menghabiskan 150 kg enceng gondok, 10 kaleng lem (30 kg/kaleng), dan 50 kertas daur ulang. Suplai bahan baku tak pernah terganggu, karena enceng gondok bisa didapatkan dengan mudah di lingkungan sekitar. Rafi juga mengaku tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran maupun permodalan. Sebab, produknya diminati pembeli. Bank atau penyedia modal, berani mengucurkan dana karena usaha itu dinilai sangat prospektif.

“Yang jadi kendala hanya terbatasnya SDM yang kreatif,” ungkapnya. Kini, kreasi enceng gondok itu beromzet sekitar Rp 8 juta/bulan. Di showroomnya, terpajang berbagai kreasi dari enceng gondok. Ia berharap agar usahanya kian berkembang dan showroom bisa digunakan sebagai tempat ‘pameran’ hasil kerajinan kreatif lainnya.

Jika Anda mempunyai ide kreatif, tuangkan ide Anda dalam bentuk sebuah produk. Jika sudah demikian, maka Anda akan mendulang kesuksesan yang sama seperti Rafi Hartono, pemilik Geni Art. Semoga Rafi Hartono dapat menginspirasi Anda, selamat berkreasi....

Alamat Rafi Hartono/ Geni Art ada di Sidosari, Rt 12/02 Kuwarasan Kec. Jambu Kab. Semarang, Jawa Tengah.

03 October 2013

Kisah Sukses Cak Eko Dengan Bakso Malang Kota

 photo bakso_cak_eko.jpg

Nama lengkapnya adalah Henky Eko Sriyantono, akrab dipanggil cak Eko. Ia tamat sekolah Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, tahun 1992-1996, dan melanjutkan ke Teknik Sipil Manajemen Proyek Universitas Indonesia pada tahun 2002-2003.

Perjalanan Bisnis Cak Eko
Bisnis pertama cak Eko adalah jual beli handphone second, tetapi hanya bertahan beberapa bulan saja. Bisnis keduanya yang dijalani adalah Multi Level Marketing (MLM) namun hanya bertahan 5 bulan, Henky Eko memutuskan untuk keluar dari bisnis ini karena tidak mendapatkan downline. Tahun 1999 ia bekerja sama dengan 7 orang temannya untuk budidaya tanaman jahe gajah namun gagal panen dan hanya menyisakan uang Rp 16 juta saja.

Tahun 2000, cak Eko memutuskan untuk menjual produk kerajinan kulit seperti tas dan dompet dari sentra kerajinan kulit Tanggulangin, Sidoarjo. Modal bisnis yang Ia keluarkan Rp 13 juta yang didapat dari sisa uang saku perjalannya ke Jepang, hasil dari terpilihnya artikel teknik buatan Cak Eko di suatu sayembara penulisan artikel teknik. Namun bisnis ini hanya bertahan setahun saja, meskipun barang telah memasuki sejumlah butik di mal di Jakarta, Cak Eko harus mengikuti sistem yang berlaku di kebanyakan butik, yaitu sistem konsinyasi. Sistem ini menjadi persoalan tersendiri bagi Cak Eko yang memiliki keterbatasan modal sehingga Ia memutuskan untuk menghentikan bisnis ini.

Mendirikan Bakso Cak Eko
Awal munculnya ide mendirikan bakso malang "Cak Eko" adalah saat melihat sebuah kedai bakso yang ramai pengunjung di Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada awal 2006 lalu, ia tertarik untuk berbisnis serupa. Ia membulatkan tekadnya untuk membuka sebuah warung Bakso Malang, khas Jawa Timur, yang tak lain adalah daerah asalnya. Bahkan dia pun harus sampai berguru meracik Bakso Malang hingga Surabaya untuk mendapat komposisi rasa yang pas. Dan selama tiga bulan dia mencoba mengamati pasar dan juga mengujicobakan resepnya kepada teman-temannya.

Dengan modal Rp 2,5 Juta, Ia pun akhirnya berhasil membuka warung Bakso Malang pertamanya di sebuah foodcourt di Bekasi pada Maret 2006. Tujuh bulan setelah warung bakso pertamanya buka di Bekasi, keuntungan yang diperolehnya dipakai untuk membuka gerai kedua di Tamini Square pada Oktober 2006 lalu.

Adapun ide untuk mewaralabakan warung baksonya berawal ketika terinspirasi untuk menulis pengalamannya ke sepuluh media massa untuk mendapatkan mitra yang bisa memajukan usahanya. Cara ini mendatangkan hasil, dengan keyakinan pada kekuatan brand Cak Eko, Ia kebanjiran respon positif dari banyak kalangan. Mereka menawarkan kerja sama untuk menjalankan waralaba (franchise) Bakso Malang Cak Eko di daerahnya masing-masing. Saat ini kedai baksonya telah diwaralabakan dengan prospek yang menguntungkan. Ia sendiri memiliki 4 gerai pribadi antara lain di Bekasi, Tamini Square, Surabaya, dan Sidoarjo.

Dengan komitmen yang dimiliki Cak Eko dalam memperhatikan kualitas produk baksonya, hingga saat ini, waralaba Bakso Malang Kota Cak Eko telah memiliki lebih dari 100 gerai yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi. Omzet penjualan rata-rata di gerainya setiap hari mencapai sekitar Rp5-15 juta. Ia mempekerjakan minimal 4 orang di setiap gerainya. Dengan jumlah gerai sebanyak itu, pendapatan bersihnya bisa mencapai Rp100 juta rupiah per bulan.

Anda dapat menyusul kesuksesan Cak Eko....

12 September 2013

Sukses Dengan Inovasi Gudeg Kaleng

gudeg_yayah photo gudeg_yayah_zpscd1c4f10.jpg

Kebanyakan orang jika mampir ke Jogja pasti ingat kuliner khas Jogja yakni gudeg, masakan dari bahan nangka muda (gori) yang memiliki cita rasa tersendiri. Gudeg pula yang membuat Jogja dikatakan sebagai kota yang tidak pernah tidur, karena para penjual gudeg silih berganti menggelar dagangan dari dini hari hingga tengah malam. Sejak puluhan tahun lalu gudeg memang telah menjadi kuliner paling populer di Jogja. Tidak hanya sentra gudeg, namun hampir di setiap sudut kota bisa ditemukan makanan yang nikmat disajikan bersama sambel goreng (krecek) pedas tersebut. Banyak turis/ wisatawan yang khusus jauh-jauh datang ke Jogja hanya ingin menikmati gudeg, baik gudeg kering, gudeg basah, maupun gudeg manggar. Tidak jarang mereka membawa gudeg sebagai buah tangan/ oleh-oleh untuk dibawa pulang ke kota asalnya.

Lahirnya Inovasi Gudeg Kaleng

Adalah Chumairo Ibnatul Arobiyah (25), atau yang biasa disapa Mbak Yayah, berinovasi menawarkan gudeg dalam kemasan kaleng, sebagai alternatif oleh-oleh khas Jogja yang tidak hanya lezat, tetapi bisa dibawa kemana saja tanpa khawatir akan basi.. Sehingga jika Anda ingin menikmati kelezatan gudeg maka Anda tidak perlu harus jauh-jauh datang ke Jogja. Karena telah ada kreasi gudeg yang dikemas menggunakan kaleng dengan daya tahan bisa sampai satu tahun.

Pada awalnya, alumni jurusan ekonomi manajemen perguruan tinggi swasta di Jogja tersebut memperkenalkan gudeg kaleng kreasinya dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan Ditjen Dikti. Dari ajang tersebut, dia berfikir untuk mengaplikasikan hasil kreasinya tersebut dalam bentuk sebuah usaha. “Saya berfikir kenapa hanya berhenti di proposal saja, kebetulan ide tersebut juga mendapat apresiasi dari pemerintah, sehingga saya mantap untuk menjadikannya sebagai sebuah usaha,” demikian kata mbak Yayah.

Di tahun 2010, Yayah masuk 10 besar dalam kejuaraan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Diren Dikti, dimana saat itu Yayah bersama tim membuat gudeg dalam kemasan kaleng. Nah di saat itulah Yayah menangkap prestasi itu sebagai peluang usaha. Yayah pun mulai mendesain ulang kemasan gudeg kaleng hingga akhirnya tercipta gudeg kaleng Mbak Yayah dengan kemasan warna hijau. “Saat itu memang belum banyak yang menangkap peluang gudeg kaleng ini, kenapa aku tidak mencoba aja untuk usaha" kata dia.

Melalui media online serta jejaring sosial, Yayah melakukan ‘petualangan’ bisnisnya dengan share informasi (edukasi) ke masyarakat terkait dengan produknya. Hal itu dirasanya sangat penting karena masyarakat belum begitu familiar dengan produk gudeg kaleng, baik dari segi rasa maupun keawetan produknya. “Dukungan aktif dari beberapa pihak seperti dinas LIPI dan dinas pariwisata dalam memperkenalkan produk gudeg kaleng ini secara tidak langsung membantu saya dalam hal pemasaran, karena masyarakat lambat laun mulai tertarik dengan gudeg kaleng,” lanjut gadis yang menekuni bisnis properti itu juga.

Gudeg Kaleng Tanpa Bahan Pengawet

Meskipun menggunakan kaleng sebagai kemasan produknya, namun Yayah menjamin jika produknya tidak kalah dengan gudeg yang dijual secara konvensional. Bahkan dari segi komposisi, gudeg kaleng mbak yayah tergolong komplit, karena berisi gori, telur bebek 1 butir, ayam kampung suir, krecek, sambel goreng tempe, areh, dan cabe. “Gudeg kaleng ini isinya gudeg basah, diproduksi dengan tanpa bahan pengawet, MSG, maupun pewarna, namun bisa bertahan selama satu tahun,” imbuhnya.

Meski sudah dimasukan dalam kaleng, Yayah berkata tak perlu meragukan soal rasanya, sebab gudeg kaleng ini dijamin lezat, gurih dan bercita rasa tinggi. Selain jaminan mutu soal rasa, gudeg kaleng ini telah melalui penelitian LIPI dan telah mengantongi sertifikat Badan POM dan sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia. “Makanan itu bisa basi karena bakteri, sehingga kami melakukan proses membunuh bakteri dengan vakumisasi, kemudian menggunakan cairan khusus untuk memastikan kaleng aman dan tidak bocor, sehingga bakteri tidak bisa masuk,” jelas Yayah.

Bagi Yayah, apa yang didapatkannya saat ini tidak terlepas dari kerja keras serta evaluasi yang dilakukannya secara kontinyu, baik dari segi produk maupun usahanya. Hal terpenting yang Yayah rasakan adalah merasa senang dan bangga ketika bisa mengangkat Jogja dengan gudeg tradisionalnya menjadi makanan modern yang bisa dinikmati semua orang. “Menjadi cita-cita saya ketika gudeg kaleng ini nantinya akan menjadi salah satu ikon Jogja, serta bisa merambah dunia internasional,” lanjut Yayah. Untuk ke arah situ, Yayah beserta tim terus melakukan perbaikan di berbagai sektor, serta mengoptimalkan proses pemasaran yang ada saat ini.

Setelah berjalan kurang lebih 3 tahun, kini Yayah mulai menikmati proses pengembangan usahanya. Dibantu 7 orang karyawannya, dalam sebulan dirinya bisa memproduksi 1.000 pcs gudeg kaleng per minggunya. Produk gudeg kaleng tersebut sebagian besar di pasarkan ke luar kota, karena konsumen utamanya berasal dari ranah online. “Selain kami dan tim, untuk pemasaran juga dibantu teman-teman yang bisa dikatakan online holic, mereka kami berikan keleluasaan untuk menjadi reseller dan memasarkan produk gudeg kaleng ini,” tambahnya.

“Intinya jangan takut untuk memulai walaupun ada air mata sebelumnya, kemudian jangan takut menuangkan ide yang kita miliki, serta paling utama restu dan support langsung dari kedua orang tua kita,” jelasnya mantap.

Untuk pemasaran, selain di rumah produksi di Jalan Monjali No. 20, Nandan, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Gudeg kaleng Mbak Yayah bisa dipesan secara online di jejaring sosial Facebook di Gudeg kaleng Mbak Yayah, atau twitter @mbakyayahGK. Selamat mencicipi kuliner gudeg kaleng mbak Yayah! dan bagi Anda jangan pernah berhenti berinovasi untuk menciptakan produk wirausaha yang baru.

Sumber foto: jogja.tribunnews.com
Older Post ►
 

Copyright 2013 Wirausaha Impian | Design by BLog BamZ