
Seorang dengan disiplin ilmu komputer membuka bisnis toko dan jasa servis komputer tentu relevan. Bagaimana jika seseorang dengan disiplin ilmu arsitektur membuka bisnis kuliner?
Dalam kenyataan yang terjadi, bidang ilmu yang ditekuni para entrepreneur saat memulai berwirausaha sangat bervariasi. Ada wirausahawan dengan latar belakang ilmu yang relevan dengan jenis bidang usahanya dan Ia sukses. Tapi ternyata tidak sedikit beberapa entrepreneur yang sama sekali tidak pernah mengenyam bangku kuliah awalnya dan hanya menggunakan pengalaman otodidaknya sebagai pondasi untuk berbisnis tetapi Ia sukses besar. Ada lagi sebagian yang mengenyam pendidikan tinggi dan lulus serta membangun bisnis dan tidak sukses.
Selain itu semua, ada juga sekelompok entrepreneur yang menekuni satu disiplin ilmu saat kuliah tetapi setelah lulus ia malah merintis bisnis di bidang lain yang tidak relevan dengan latar belakang pendidikannya tersebut. Bagaimana sebenarnya kita harus menyikapi ini? Apakah disarankan untuk mencoba bisnis di bidang baru atau berkutat di bidang yang kita sudah kuasai saja?
Sebagian orang berasumsi menjalankan bisnis baru apa saja harus dimulai dengan bidang keilmuan yang relevan. Ternyata asumsi tersebut sama sekali tidak benar. Dalam dunia entrepreneur banyak kita jumpai pengusaha-pengusaha super sukses tanpa relevansi antara disiplin ilmu yang dikuasainya dengan jenis usahanya. Sebut saja seperti staf Twitter pada fase awal pendirian bukanlah orang yang secara akademis berkompeten dalam bidang ilmu komputer atau pemrograman. Para pendiri Instagram, mereka bukan lulusan jurusan ilmu komputer atau semacamnya. Dan saat mendirikan Instagram dan ingin meluncurkan produk, mereka memiliki teman lain yang berkompetensi di dalam ilmu komputer yang sanggup mewujudkan apa yang mereka inginkan.
Menurut pendiri Instagram Kevin Systrom, mereka yang memiliki pengetahuan yang relatif memadai dalam beberapa bidang justru lebih bagus untuk memulai bisnis baru. "Generalists are perfect for startups," ungkap Systrom. Argumen tersebut dapat dipahami karena dalam menjalankan suatu bisnis kita tidak bisa terjebak untuk fokus pada satu area tertentu. Banyak sekali aspek bisnis yang harus dikerjakan dan dikembangkan. Dan jika seseorang memiliki kemampuan yang bervariasi dan mau dengan mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut (untuk belajar ilmu di luar yang ia kuasai), peluang suksesnya akan lebih besar. Orang dengan kemampuan seperti itu oleh beberapa motivator wirausaha disebut seorang "crossing".
Kevin Systrom menyarankan jika seorang entrepreneur kurang menguasai atau kurang berkompeten dalam satu jenis bisnis, tak usah risau. Carilah orang lain yang memiliki kompetensi dalam bidang yang kita perlukan. Dalam kasusnya, ia yang tidak banyak paham tentang ilmu komputer harus menggandeng orang lain yang memiliki kemampuan tersebut. Seseoarang yang membuka bisnis kuliner tidak harus faham tentang kuliner, Ia bisa menggandeng orang lain yang memiliki kemampuan di bidang kuliner. Menurut entrepreneur dan motivator muda Ippho Santosa, seseorang dengan kemampuan ilmu tertentu memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam memilih usaha yang tidak ada hubungannya dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Kesimpulannya adalah tidak perlu menjadi sangat piawai dalam bidang teknis untuk menjadi entrepreneur.
ARTIKEL TERKAIT:
Motivasi Bisnis
- 10 Orang Terkaya di Dunia 2015
- Mengenang Sang Maestro AgroBisnis Bob Sadino
- Tips Pemasaran ala Salesman Kompor
- Catatan Dari Film Inspiratif Merry Riana
- Cara Untuk Membuat Pelanggan Mencintai Merek Anda
- 4 Kiat Mengelola Sebuah Ide
- Mencari Ide Bisnis Dengan Strategi Menyontek Produk Lain
- Berbagi Kiat Sukses dari Bob Sadino
- Ide Nyeleneh Mempromosikan Bisnis
- Menyontek Pemasaran dari Kripik Singkong Maicih
- Pemasaran dan Kreativitas
- Meraih Berkah Dengan Menjadi Pedagang
- Pengusaha Sejati itu Dilahirkan atau Diciptakan ?
0 komentar:
Post a Comment
Tulis komentar sobat